Halaman

Senin, 17 September 2012

Semangatnya Tak Pernah Padam

Aku mengenalnya baru 2 tahun dan intensitas pertemuan kami pun bisa dihitung jari. Meskipun begitu sejak kali pertama bertemu dengannya aku sudah jatuh hati. Apa yang beredar dikalangan mahasiswa tentang sosoknya bahwa ia lebih dari sekedar ramah dan bersahaja ternyata bukanlah isapan jempol semata. Sederetan gelar akademis internasional yang disematkan mengikuti namanya tidak membuatnya sombong lantas memilih-milih dalam bergaul.


Setahun belakangan komunikasi kami lebih intens. Dia bukan hanya seorang dosen dimataku, bukan juga teman atau sahabat, dia lebih adalah kakak bagiku dan saudara dalam Islam. Aku tidak berlebihan mengatakan ini. Aku tahu jika dia membaca tulisan ini dia akan memarahiku karena pada dasarnya dia bukanlah seperti kebanyakan orang yang senang dipuji. Aku pun kadang bingung berkata-kata untuk menyampaikan betapa kagumnya aku pada dirinya.
Nama lengkapnya Yashinta Kumala Dewi Sutopo. Jika ditambahkan dengan gelarnya namanya akan lebih panjang lagi. Berkali-kali aku merasa beruntung Allah mempertemukanku dengannya. Disaat aku terdampar jauh disebuah pulau untuk bekerja, dia tak pernah lupa menelponku atau sekedar sms untuk menanyakan kabar. Nasihat-nasihatnya senantiasa mewarnai hari-hariku yang dirudung sepi karena tak ada kabar dari sahabat-sahabat semasa sekolah dan kuliah. Pun ketika akhirnya kakiku berlabuh lagi di ibu kota dalam rangka mangadu nasib, dia juga tak pernah lupa menyemangatiku dan berbagi pengalamannya agar kemudian menjadi pengalaman bagiku.
Dia bukanlah kerabat dekat, juga bukan dosen yang pernah mengajariku. Kami bertemu karena keinginannya untuk mempelajari Al Qur'an dan kebetulan akulah yang diamanahkan MPM untuk mengurusnya khusus di wilayah Fakultas Teknik.
Dari sorot matanya tak pernah terlihat semangat yang surut untuk memperbaiki diri. Di mata orang sepertiku, sosoknya telah mendekati sempurna. Kecerdasan dan keshalihan menjadi satu dan dia gunakan segenap yang dia miliki untuk menjadi sebaik-baik manusia. Tidak seperti kebanyakan dosen, dia 'merakyat' pada mahasiswa. Padahal dia adalah lulusan S2 dan S3 diluar negeri di umurnya yang baru lebih 3 dari 30. Dia bisa melebur di kalangan mana saja. Semangatnya untuk mempelajari Islam tidak pernah padam. Diantara banyak nasehatnya, ada beberapa yang selalu terngiang di benakku, bahwa aku tidak boleh iri dengan apa yang diberikan Allah pada manusia lainnya, bahwa aku juga disarankannya untuk senantiasa tegas dalam mengambil keputusan untuk hidupku karena benar atau salah semuanya ada konsekuensinya, dan yang paling membekas adalah soal jodoh, bahwa jodoh itu adalah sesuatu yang pasti kita dapati sama seperti ajal dan rezeki, telah jauh hari ia ditetapkan.
Terlontar sayang untukmu kak Shinta, uhibbukifillah, terima kasih..dan doaku agar segera mendapatkan pendamping idaman untuk menemani hari-harimu.

*Makassar, 17 September 2012
...ditengah-tengah rindu akan nasehatnya...

3 komentar:

  1. Alhamdulillah sebentar lagi kak shinta alam menikah di kendari

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sdh komen disini, salam kenal... iya sy sdh dengar beritanya, sy berdoa kebaikan dan kebahagiaan untuk beliau

      Hapus
  2. MasyaAllah,, She's one of my best friend too, Kakak dan seseorang yang menjadi penyemangat untuk terus melanjutkan pendidikan dan menjalani hidup dengan penuh kerendahan hati,, Salam dari Anyta buat kak Sinta kalau ketemu ya..

    BalasHapus