Halaman

Jumat, 18 Mei 2012

Bahan Kuliah: ARSITEKTUR PERILAKU


POLA PERILAKU DAN LINGKUNGAN
BEHAVIORAL SETTING

‘Tidak ada tempat dimanapun saat manusia berkumpul bersama dalam waktu yang lama, kecuali mereka akan saling menunjukkan efisiensi dalam pembelajaran yang sulit dan berusaha untuk berinteraksi secara harmonis’
Carol Wenstein,1979

Manusia tidak dapat lepas dari lingkungannya. Setiap aspek dalam kehidupan manusia selalu berada dalam lingkungan tertentu. Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa manusia memang tak bisa lepas dari lingkungan.
Pola perilaku manusia sedikit banyak juga ditentukan oleh keadaan lingkungan sekitarnya. Lingkungan memiliki peran penting dalam membentuk karakter manusia. Lingkungan juga dapat menjadi sarana bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Tidur, bekerja, rekreasi, ibadah dan berbagai aktivitas lainnya membutuhkan ruang atau lingkungan. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, terlihat adanya pola perilaku penggunanya.  Barker seorang tokoh psikologi ekologi yang mengembangkan penelitian perilaku individual di lapangan,bukan di laboratorium seperti pada umumnya perilaku psikologi tradisional, menelusuri bahwa pola perilaku manusia berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya, dan melahirkan konsep ‘tatar perilaku’ (behavior setting).
Behavior setting terjadi pada pertemuan antara individu dan lingkungannya. Seorang arsitek melalui pengamatan behavior setting  dalam perencanaan proyek tertentu dapat membantu untuk mengenal system social dari dalam setting, dalam arti melihat pola-pola perilaku sistematis yang ditunjukkan oleh penghuni lingkungan tertentu. Dengan demikian, hasil pengamatan ini dapat memperluas wawasan pengetahuan arsitek tentang manusia dari perspektif yang berbeda bukan dari teori semata.
A.     Unit Tatar Perilaku (Behavior Setting)
Lingkungan fisik terdiri atas seperangkat permukaan dengan berbagai kualitas. Meskipun kadang kala lingkungan dirancang untuk tujuan estetika semata, pada umumnya tujuan perancangan suatu lingkungan adalah guna memenuhi aktivitas tertentu.

Perancangan suatu lingkungan adalah untuk memenuhi aktivitas tertentu. Salah satu cara bagi para perancang lingkungan untuk memenuhi tuntutan aktivitas tersebut  adalah dengan mengacu pada system aktivitas yang terdiri atas suatu sirkuit perilaku .
            “apa yang dinyatakan oleh suatu sirkuit perilaku adalah ergonomic antropologis, membawa perilaku orang menuju pemenuhan kebutuhannya sehari-hari pada berbagai skala:ruangan, rumah, blok, lingkungan, kota, untuk mempelajari sumber-sumber mana–manusia dan lingkungan fisik-yang diperlukan untuk mendukung atau memenuhi kebutuhannya”

1.    Definisi Behavior Setting
Roger Barker dan Herbert Wright memakai istilah behavior setting untuk menjelaskan tentang kombinasi perilaku dan milieu  tertentu, Salah satu contoh, ketika seorang dosen menyiapkan suatu perkuliahan, atau seorang direktur menyusun agenda rapat tim direksinya, maka setiap orang bertindak untuk memastikan akan keberadaan suatu behavior setting. Pada setiap kasus tersebut, direncanakan adanya serangkaian aktivitas bersama orang lain ketika terdapat sejumlah pola perilaku tertentu yang dikombinasikan dengan objek tertentu dalam batasan ruang dan waktu tertentu. Behavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dan kriteria sebagai berikut:
a.    Terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing pattern of behavior). Dapat terdiri satu atau lebih pola perilaku ekstraindividual.
b.    Dengan tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu ini berkaitan dengan pola perilaku
c.    Membentuk suatu hubungan yang sama antara keduanya (synomorphy).
d.    Dilakukan pada periode waktu tertentu
Istilah ekstraindividual  menunjukkan fakta operasional bahwa sebuah setting tidak bergantung hanya pada seorang manusia atau objek. Dalam setting  bisa jadi dibentuk oleh pengganti karena dalam hal ini tidak ada objek atau lokasi yang sedemikian pentingnya sehingga tidak tergantikan. Yang penting adalah konfigurasi secara keseluruhan, bagian per bagian.
Istilah circumjacent milieu  merujuk pada batas fisik dan temporal dari sebuah setting. Setiap behavior setting berbeda dari setting lainnya menurut ruang dan waktu. Sementara itu, istilah synomorphic berarti ‘struktur yang sama’ menunjukkan adanya hubungan antara milieu dan perilaku.

2.    Pola Perilaku
Suatu pola perilaku biasa terdiri dari  atas beberapa perilaku secara bersamaan, antara lain sebagai berikut:
a.    Perilaku emosional
b.    Perilaku untuk menyelesaikan masalah
c.    Aktivitas motorik
d.    Interaksi interpersonal
e.    Manipulasi objek
Kombinasi dari perilaku tersebut di atas membentuk suatu pola perilaku , terjadi pada lingkungan fisik tertentu atau pada milieunya.
Suatu behavior setting mempunyai struktur internal sendiri. Setiap orang atau kelompok berperilaku berbeda karena masing-masing mempunyai peran yang berbeda-beda. Misalnya, didalam sebuah kelas, guru mempunyai peran sebagai pengajar, ia menempati posisi tertentu di muka kelas, misalnya berupa panggung untuk memungkinkan ia melihat seluruh kelas dan mengendalikan pola perilaku yang terjadi. Dari contoh di atas, dapat kita katakan bahwa struktur behavior setting  dibedakan berdasarkan siapa yang memegang kendali aktivitas.
Barker menamakan daerah yang ditempati oleh pengendali atau pemegang control sebagai performance zone. Namun, tidak semua tatanan mempunyai performance zone, atau tidak semua performance zone dibedakan desainnya secara arsitektural. Misalnya, ruang diskusi atau ruang rapat. Tatanan fisik bagi pimpinan rapat sama dengan peserta rapat lainnya
Untitled-6.jpg

Gambar diatas merupakan salah satu contoh interaksi yang terjadi berdasarkan pola perilaku. Dalam toko terdapat serangkaian kejadian yang berurutan , sebuah program yang meliputi perilaku membeli dan menjual. Perilaku ini membentuk pola perilaku yang berulang-ulang, tidak hanya bagi seorang pembeli, tetapi juga suatu program yang berlaku bagi setiap pembeli dan penjual pada toko tersebut.
Hubungan kesetaraan (synomorphy) yang terjadi pada gambar diatas cukup rumit. Andil pembeli terhadap pola perilaku yang terjadi di took meliputi mencari dan memilih barang. Lemari-lemari panjang memamerkan sejumlah makanan untuk proses mencari dan memilih tersebut. Disisi lain, pedagang yang menata dagangannya harus mempunyai akses langsung dengan barang dagangannya. Akan tetapi, milieu yang ada juga harus memungkinkan terjadinya interaksi antara pembeli dan pedagang, bukan didesain untuk kepentingan pembeli dan pedagang saja. Artinya lemari panjang itu memungkinkan terjadinya interaksi antara pedagang dan pembeli.
Contoh diatas menggambarkan betapa kompleksnya perilaku manusia yang harus diwadahi oleh suatu tatanan fisik dan terlihat bahwa setiap behavior setting terdiri atas beberapa sub perilaku yang lebih sederhana.
Untuk mengetahui sejauh mana interdependensi antara dua entitas yang masing-masing mempunyai atribut untuk menjadi behavior setting, dapat dilakukan pengujian yang ditinjau dari berbagai dimensi, meliputi:
a.    Aktivitas
b.    Penghuni
c.    Kepemimpinan
Dengan mengetahui posisi fungsional penghuni , dapat diketahui peran sosial yang ada dalam komunitas tersebut. Di banyak setting, posisi pemimpin dapat dipisahkan agar dapat dikenali kekuatan-kekuatan lain yang ada yang ikut mengambil bagian dalam setting  tersebut.
d.    Populasi
Sebuah setting  dapat mempunyai sedikit atau banyak partisipan. Komunitas dianggap lebih baik apabila memiliki banyak setting.
e.    Ruang
Ruang tempat terjadinya setting  tentu sangat beragam, bisa di ruang terbuka atau ruang tertutup
f.     Waktu
Kelangsungan sebuah setting  dapat terjadi secara rutin atau sewaktu-waktu saja. Misalnya, apel pagi tentara yang dilakukan setiap pagi atau sebuah perayaan upacara tujuh belas Agustus.
Durasi pada setting yang sama dapat berlangsung sesaat atau terus menerus sepanjang tahun, misalnya pertokoan.
g.    Objek
h.    Mekanisme perilaku
Barker menguraikan sebelas pola aksi dalam setting, yang dapat segera diamati atau dicatat, ada ataupun tidak ada dalam setting tersebut, yaitu berkaitan dengan Estetika, Bisnis, Pendidikan, Pemerintahan, Nutrisi, Aksi social, Penampilan personal, Kesehatan masyarakat, Professional, Rekreasi ,Religious.
Setting  juga dapat diamati dari sisi kuatnya tekanan pada orang yang berpartisipasi. Adakah otonomi yang dimiliki setting terhadap pengaruh dari luar? Seberapa jauh setting ini mampu melayani kebutuhan berbagai populasi sub group, atau biasa disebut sebagai kesejahteraan anggotanya? Manfaat dari pengujian semacam ini adalah mempersatukan berbagai minat kedalam suatu behavior setting  yang terencana dengan baik sehingga respons penghuni dapat terantisipasi dan terkendali dengan baik.

B.     Batas Behavior S setting
Batas suatu behavior setting  adalah dimana perilaku tersebut berhenti. Ada beberapa kemungkinan untuk pembatas ini. Batas yang ideal adalah batas yang jelas seperti sebuah dinding massif. Dinding pembentuk batas yang jelas merupakan batas akhir suatu setting  dan batas awal setting lainnya. Apabila batas dari suatu behavior setting  tidak jelas maka masalah yang muncul adalah tidak jelasnya pemisahan aktivitas, terutama apabila sebagian aspek dalam pola perilaku harus dipisahkan dengan yang lainnya. Misalnya aktivitas didalam ruang kelas ketika  pemisahan visual antara beberapa aktivitas mungkin tidak perlu dilakukan , tapi pemisahan secara audial menjadi sangat diperlukan.
Kadang-kadang juga terjadi bentrokan antara nilai estetika arsitek dan kebutuhan demi kelangsungan sebuah aktivitas, antara ideology bagaimana seharusnya sesuatu ditata menurut arsitek perancangnya dan kenyataan perilaku manusia penggunanya. Misalnya, dalam perancangan ruang kerja. Idealisme membuat ruang kerja terbuka dengan tatanan ala lansekap, akan berhadapan dengan kebutuhan dan preferensi penggunanya, terutama dalam berinteraksi dengan sesama. Kerap kali ruang kerja itu dirancang lebih fleksibel daripada fleksibilitas perilaku manusianya. Sebaliknya terlalu banyaknya dinding pembatas juga akan menimbulkan masalah bagi penggunanya karena sukarnya pengguna berinteraksi dengan sesama.
Dari uraian mengenai behavior setting  tersebut jelas bahwa beberapa objek berfungsi membentuk batas spasial dan objek lain berfungsi mendukung pola aktivitas yang terjadi didalamnya. Objek pembentuk batas spasial mempunyai hubungan circumjacent dengan perilaku, yaitu objek pembatas mengelilingi perilaku, sedangkan pada jenis objek yang kedua yaitu sebagai pendukung pola aktivitas, perilaku mengelilingi objek.
1.    Sistem Aktivitas
Sistem aktivitas dalam sebuah lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior setting.Sistem aktivitas seseorang menggambarkan motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasila, kompetensi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan (Chapin dan Brail,1969;Porteus,1977).
Dalam pengamatan behavior setting,dapat dilakukan analisis melalui beberapa cara antara lain sebagai berikut:
a.    Menggunakan time budget
Time budget memungkinkan orang mengurai/ mendekomposisikan suatu aktivitas sehari-hari, aktivitas mingguan,atau musiman, kedalam seperangkat behavior setting yang melliputi hari kerja mereka atau gaya hidup mereka (Michelson dan Reed,1975). Fungsi dari time budget  adalah untuk memperlihatkan bagaimana seorang individu mengkonsumsi atau menggunakan waktunya.
Informasi ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
(i). jumlah waktu yang dialokasikan untuk kegiatan tertentu dengan variasi waktu dalam sehari,seminggu, atau semusim.
(ii) frekuensi dari aktivitas dan jenis aktivitas yang dilakukan
(iii) pola tipikal dari aktivitas yang dilakukan
Melalui informasi ini, selain dapat diketahui fasilitas apa saja yang paling diminati, layanan yang diperlukan, khususnya di area transportasi, area rekreasi, atau perencanaan tata guna lahan, juga dapat dianalisis bentuk organisasi yang ada.
b.    Melakukan sensus
Sensus adalah istilah yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan untuk menggambarkan proses pembelajaran semua aktivitas seorang individu dalam waktu tertentu dengan metode pengamatan. Seperti yang dilakukan Barker dan Wright dengan mengamati perilaku seorang anak sepanjang hari. Cara ini dipakai dengan tujuan mendapatkan pengertian mengenai,misalnya bagaimana para pekerja menggunakan sebuah bangunan.\
Hal yang dapat mewakili data pengamatan behavior setting meliputi:
(i)            Manusia (siapa yang dating,kemana dan mengapa, siapa yang mengendalikan setting?)
(ii)           Karakteristik ukuran (berapa banyak orang per jam ada di dalam setting, bagaimana ukuran setting secara fisik, berapa sering dan berapa lama setting itu ada?)
(iii)          Objek (ada berapa banyak objek, dan apa jenis objek yang dipakai dalam setting,kemungkinan apa saja yang ada bagi stimulasi, respon, dan adaptasi?)
(iv)         Pola aksi (aktivitas dan apa yang terjadi disana, seberapa sering terjadi pengulangan yang dilakukan orang?)
c.    Studi Asal dan Tujuan
Studi asal dan tujuan adalah suatu studi yang mengamati, mengidentifikasi awal dan akhir pola-pola pergerakan. Studi semacam ini menggambarkan pola perilaku yang sesungguhnya terjadi, bukan hanya seperti yang dibayangkan oleh arsitek, melainkan yang membentuk kehidupan seseorang atau sekelompok orang.Studi asal dan tujuan merupakan pendekatan makro yang dapat diterapkan pada skala urban atau skala bangunan.
Rancangan yang dibuat semata-mata berdasarkan imajinasi arsitek yang sering kali menjadi rancangan yang ideal bagi arsitek, tetapi mungkin miskin akanaffordances dan peluang-peluang bagi seorang pengguna untuk memenuhi kebutuhannya.
Ada hubungan timbale balik antara individu dan system perilaku yakni karena manusia adalah bagian dari behavior setting yang memberi kontribusi pada behavior setting. Akan tetapi ia juga didukung oleh behavior setting dalam berperilaku.
2.    Aktivitas dan perilaku
Behavior setting sebagai suatu kesatuan cenderung lebih memaksa dibandingkan dengan pola perilaku atau milieu itu sendiri. Disini, Barker, sebagai pencetus konsep behavior setting mengemukakan gagasan yang kontradiktif. Disuatu sisi, ia mengatakan bahwa lingkungan non social, lingkungan ekologi, bukanlah demand behavior. Akan tetapi, disisi lain, ia menerima konsep psikologi Gestalt mengenai persepsi physiognomic, yaitu milieu  mempunyai demand quality. Ada tuntutan tertentu seperti ruang terbuka yang merancang seorang anak untuk berlarian. Hal ini dijelaskan dalam konsep Kurt Lewin mengenai kualitas yang mengundang (invitational quality)
Kekuatan sosial mempunyai peran kuat dalam menentukan perilaku seseorang atau sekelompok orang.
Untitled-7.jpg   Untitled-5.jpg
3.    Behavior setting  dalam desain
DAlam berbagai argumentasi dikatakan bahwa desain behavior setting  yang baik adalah yang sesuai atau pas dengan struktur perilaku penggunanya. Desain arsitektur disebut suatu proses argumentatif. Argumentasi dilontarkan dalam membuat desain yang dapat diadaptasikan, fleksibel, atau terbuka (open ended). Edward Hall mengidentifikasi tiga tipe dasar pola ruang sebagai berikut:
a.    Ruang Berbatas Tetap (fixed feature space)
Ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relative tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding massif, jendela, pintu, lantai.
b.    Ruang Berbatas semitetap (semifixed feature space)
Ruang yang pembatasnya bisa berpindah. PAda rumah-rumah tradisional Jepang misalnya, dinding dapat digeser untuk mendapatkan setting  yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan pada waktu yang berbeda. Ruang-ruang pameran yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan setting yang berbeda.
c.    Ruang Informal
Ruang yang terbentuk hanya untuk waktu singkat., seperti ruang yang terbentuk ketika dua atau lebih orang berkumpul. Ruang ini tidak tetap dan terjadi diluar kesadaran orang yang bersangkutan.

Banyak ruang justru dibentuk seketika ia dibutuhkan untuk aktivitas tertentu. Suatu lay out yang dapat diadaptasikan memungkinkan adanya berbagai pola perilaku pada waktu yang berbeda tanpa perlu melakukan perubahan physical milieu. Misalnya, sebuah ruang serbaguna yang dapat dipakai pada suatu saat untuk dipertandingkan badminton, tenis meja, dan karate. Pada saat lain, bisa dipakai untuk kegiatan halal bi halal. Pada kesempatan lain bisa juga untuk tempat pertunjukan sendra tari.
Robert Venturi mengatakan:
“…ada justifikasi untuk bangunan serbaguna,….sebuah ruangan dapat mempunyai sebuah fungsi pada saat yang sama atau pada waktu yang  berbeda”
Konsep system aktivitas dan behavior setting member dasar yang lebih luas dalam mempertimbangkan lingkungan daripada hanya semata-mata tata guna lahan, tipe bangunan, dan tipe ruangan secara fisik. Dengan demikian, membebaskan arsitek dari bentuk-bentuk klise, bentuk-bentuk prototype, atau memaksakan citra yang tidak sesuai dengan pola perilaku masyarakat penggunanya. Sebaliknya, membawa arsitek berpikir pola perilaku dan milieu  sebagai suatu entitas atau suatu kesatuan.
Rapoport (1969) mengidentifikasi lima aspek budaya yang tercermin dalam desain sebuah rumah, yaitu cara menjalankan aktivitas dasar, struktur keluarga, peran gender, sikap terhadap privasi, dan proses social.
Dari uraian tersebut, jelas bahwa organisasi keluarga dan gaya hidup mempunyai peran penting dalam desain suatu behavior setting.
Untitled-1.jpg

4 komentar: