Halaman

Kamis, 02 Agustus 2012

Memangnya kenapa dengan jilbab saya? #part 2

Waktu pun berjalan. Setelah beberapa lama saya bekerja, rasanya saya kurang mendapatkan tambahan pengetahuan. Dibenakku kala itu sangat ingin bisa bekerja di BUMN seperti Kak Dali, sepupuku. Saya ingin merasakan ritme kerja yang katanya sangat menantang, belum lagi pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan, dan yang pasti salary-nya yang menggiurkan. Tiba-tiba saja seorang teman lama, teman SMP, yang bertahun-tahun tidak bertemu, menelponku.
Awalnya kami silaturahim biasa, basa-basi saling bertanya kabar, saat itu (dan sampai sekarang) dia bekerja di sebuah perusahaan BUMN bidang konstruksi. Tak lama berselang sejak percakapan 'kangen-kangenan' kami, dia menawariku untuk menjadi bagian dari tim proyek perusahaan BUMN tersebut di daerah Wakatobi. Saya, saat itu, girang bukan main, pasalnya salah satu mimpiku sepertinya bisa terwujud.

Proses penerimaaanku rasanya sangat cepat. Meski sempat hampir tidak jadi, akhirnya saya diterima juga dan berangkat ke Wakatobi. Rasa berat meninggalkan tempat kerjaku sebelumnya lebih karena perlakuan bos saya beserta keluarganya yang sangat baik, rekan-rekan sekantor juga demikian. Merekalah yang menerimaku disaat saya terlunta-lunta tanpa pekerjaan padahal bermodalkan ijazah sarjana teknik di tangan.

Di lokasi proyek di Wakatobi, meskipun awalnya kaget melihat diriku dan penampilanku, mereka  toh menerima dengan baik dan menghargaiku. Semua yang tidak bisa kulakukan seperti berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahram, mereka bisa menghormati. Waktu itu rasanya sangat beruntung, ternyata masih ada orang yang mau melihat kemampuanku. Mau memberiku kesempatan tanpa lebih dulu mengecapku teroris atau ekstrimis.

Saya hanya ingin orang-orang berjilbab sepertiku diperlakukan dengan adil di negeri yang katanya mayoritas muslim ini. Jangan karena penampilan kami, kami dicap ini itu, dituduh sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Kami juga punya potensi. Sebagian dari kami juga berharap dengan ilmu yang kami miliki, kami bisa bekerja dan membantu orang tua. Memangnya kenapa dengan jilbab saya?? bukankah saya tidak mengganggu kalian? toh jilbabku juga tidak menghalangi melakukan kegiatan lapangan yang biasanya digeluti mahasiswa teknik seperti saat kuliah dulu, mengapa tidak lihat dulu bagaimana saya bekerja lalu menilai....

Saya tidak ingin menjadi beban dikeluarga, makanya bekerja. Saya tidak ingin menjadi beban di masyarakat, makanya saya berusaha menghasilkan karya. Dan mungkin itu jugalah yang dialami banyak muslimah di negeri ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar