Kukuatkan diriku untuk datang di tempat ini. Rasa malas menggelayut karena 6 bulan sudah lamanya dirantau tanpa majelis ilmu penyejuk jiwa.
Pengajian ini diisi langsung oleh seorang syaikh dari Arab Saudi. Pesertanya banyak, lautan penuntut ilmu terlihat bejibun dalam pandangan mataku. Dari yang masih sekolah hingga yang sudah berumur. Bahasa tubuh dan pandangan mata mereka terlihat seperti sosok yang haus, ya.. haus akan ilmu, semangat mereka membuatku malu dan bertanya dalam hati kemana saja aku selama ini.
Seseorang menempelkan tangannya pada tubuhku dari arah belakang. Awalnya, aku tidak menghiraukannya, dalam kondisi antrian panjang di meja registrasi seperti ini, berdesak-desakan adalah hal wajar. Tapi, sosok dibelakangku yang belum aku ketahui pasti siapa, memegangku semakin erat. Aku pun berbalik... Masya Allah..
tak kusangka dia adalah seorang ibu tua. Umurnya kira-kira 60 tahun. Lalu, kupersilahkan ia registrasi lebih dulu. Kulihat ia kesulitan mengisi lembar registrasi, tangannya gemeteran, dan arah tulisannya tidak jelas, seolah ia tak bisa melihat dengan jelas, aku terheran dan lalu memperhatikannya lebih dalam, dan ternyata.. matanya sudah sangat rabun, setengah buta, pandangannya tak mampu lagi melihat dengan jelas. Sontak batinku bertanya, yang lalu kutanyakan pada ibu yang tak kuketahui namanya itu, 'dengan siapa ibu kesini?', dia pun menjawab, 'sendiri nak'. Hatiku terasa seperti tertimpa sesuatu. Berat.. pikiranku berat, berputar dengan pertanyaan-pertanyaan, bagaimana ia menaiki tangga mesjid ini? bagaimana perjalanannya ketempat ini? apa yang membuatnya begitu bersemangat datang?
Aku pun bersama ibu itu berjalan menerobos kerumunan untuk mendapatkan tempat duduk. Dia bercerita bahwa dirinya sangat senang berada di tempat ini, katanya belum pernah dia merasakan ada pengajian dengan jumlah orang sebanyak ini, dia terlihat begitu bersemangat. Tubuh kecilnya tidak sebanding dengan semangatnya yang besar. Matanya yang tak mampu melihat dengan baik, ditambah jalannya yang sudah tertatih-tatih, tak mampu membendung kemauannya yang sangat kuat untuk menghadiri majelis ilmu seperti ini. Dia meminta untuk dicarikan tempat duduk yang bisa bersandar, dia tetap jujur bahwa dirinya sudah tak mampu sempurna menjalankan adab bermajelis dengan tidak duduk bersandar.
Aku kemudian meninggalkannya untuk mengambil tempat duduk agak di depan, ibu itu...kulihat lidahnya tak henti berdzikir. Jalannya yang tertatih, matanya yang tak bisa lagi melihat dengan jelas, tak bisa lagi menulis dengan baik, perjuangannya datang sendiri dengan naik angkutan umum, Allahu Akbar!!! rasanya aku malu karena tadi sempat berniat tidak datang. Padahal tubuh ini, mata ini, semuanya masih kuat dan sehat-sehat saja. Allah kembali menyadarkanku lewat ibu itu, si ibu tua buta yang hatinya tidak buta..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar